Dari
wikipedia :
Kaisar
Napoleon Bonaparte (lahir di pulau Korsika, 15 Agustus 1769 – meninggal 5 Mei
1821 pada umur 51 tahun) berasal dari sebuah keluarga bangsawan lokal dengan
nama Napoleone di Buonaparte (dalam bahasa Korsika, Nabolione atau Nabulione).
Di kemudian hari ia mengadaptasi nama Napoléon Bonaparte yang lebih berbau
Perancis.
Asal-usul
dan pendidikan
Napoleon
Bonaparte adalah anak kedua dari tujuh bersaudara. Ia lahir di Casa Bounaparte,
di kota Ajaccio, Korsika, pada tanggal 15 Agustus 1769, satu tahun setelah
kepulauan tersebut diserahterimakan Republik Genova kepada Perancis. Ia lahir
dengan nama Napoleone di Bounaparte, namun ia mengubah namanya menjadi Napoléon
Bonaparte yang lebih berbau Perancis.
Keluarga
Bounaparte adalah keluarga bangsawan yang berasal dari Italia, yang pindah ke
Korsika di abad ke-16. Ayahnya, Nobile Carlo Bounaparte, seorang pengacara,
pernah menjadi perwakilan korsika saat Louis XVI berkuasa pada tahun 1777.
Ibunya bernama Maria Letizia Ramolino. Ia memiliki seorang kakak, Joseph; dan 5
adik, yaitu Lucien, Elisa, Louis, Pauline, Caroline, dan Jérôme. Napoleon di
baptis sebagai katolik beberapa hari sebelum ulang tahunnya yang kedua, tepatnya
tanggal 21 Juli 1771 di Katerdal Ajaccio.
Kebangsawanan,
kekayaan, serta koneksi keluarganya yang luas memberikan Napoleon kesempatan
yang luas untuk belajar hingga ke jenjang yang tinggi. Pada bulan Januari 1779,
Napoleon didaftarkan pada sebuah sekolah agama di Autun, Perancis, untuk
belajar bahasa Perancis, dan pada bulan Mei ia mendaftar di sebuah akademi
militer di Brienne-le-Château. Di sekolah, ia berbicara dengan logat Korsika
yang kental sehingga ia sering dicemooh teman-temannya; memaksanya untuk
belajar. Napoleon pintar matematika, dan cukup memahami pelajaran sejarah dan
geografi. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Brienne pada 1784, Napoleon
mendaftar di sekolah elit École Militaire di Paris. Di sana ia dilatih menjadi
seorang perwira artileri. Ketika bersekolah di sana, ayahnya meninggal. Ia pun
dipaksa menyelesaikan sekolah yang normalnya memakan waktu dua tahun itu
menjadi satu tahun. Ia diuji oleh ilmuwan terkenal Pierre-Simon Laplace, yang
di kemudian hari ditunjuk oleh Napoleon untuk menjadi anggota senat.
Karier
militer
Ia
menjadi siswa di Akademi Militer Brienne tahun 1779 pada usia 10 tahun,
kecerdasannya membuat Napoleon lulus akademi di usia 15 tahun. Karier
militernya menanjak pesat setelah dia berhasil menumpas kerusuhan yang dimotori
kaum pendukung royalis dengan cara yang sangat mengejutkan: menembakkan meriam
di kota Paris dari atas menara. Peristiwa itu terjadi tahun 1795 saat Napoleon
berusia 26 tahun. Berbagai perang yang dimenangkannya diantaranya melawan
Austria dan Prusia.
Masa
kejayaan
Pada
masa kejayaannya, Napoleon Bonaparte menguasai hampir seluruh dataran Eropa
baik dengan diplomasi maupun peperangan. Diantaranya adalah Belanda dengan
diangkatnya adiknya Louis Napoleon,Spanyol dengan diangkatnya Joseph Napoleon,
Swedia dengan diangkatnya Jenderal Bernadotte sebagai raja yang kemudian
melakukan pengkhianatan, sebagian besar wilayah Italia yang direbut dari
Austria dan Polandia dengan diangkatnya Joseph Poniatowski sebagai wali negara
Polandia.
Napoleon
menikahi seorang janda bernama Joséphine de Beauharnais, kehidupan perkawinan
Napoleon penuh dengan ketidakpercayaan dan perselingkuhan diantaranya
perselingkuhan Napoleon dengan gadis Polandia Maria Walewska sampai akhirnya
Joséphine menjadi istri yang setia. Karena usianya yang lebih tua, Joséphine
tidak memberikan keturunan pada Napoleon yang kemudian diceraikannya. Kemudian
menikah lagi dengan Putri Kaisar Austria Marie Louise putri dari Kaisar
Francois I yang mengikat persekutuan Austria dan Perancis yang dilakukan Kaisar
Austria atas nasihat perdana menteri Matternich untuk menyelamatkan negaranya.
Pernikahan itu berakhir dengan kekalahan Napoleon yang pertama dengan jatuhnya
kota Paris akibat diserang Rusia, Austria dan Prusia serta dibuangnya Napoleon
ke pulau Elba. Marie Louise sendiri dibawa pulang oleh ayahnya ke Wina.
Peperangan
Dalam
organisasi militer, Napoleon mengenalkan istilah korps, yang terdiri atas
kumpulan divisi. Pembentukan korps ini juga didukung oleh besarnya pendaftaran
tentara yang mengakibatkan jumlah tentara menjadi membengkak, sehingga
diperlukan suatu kesatuan tentara yang lebih besar dari divisi.
Napoleon
juga dikenal dengan penggunaan artileri secara besar-besaran untuk
menghancurkan tentara musuh, ketimbang menggunakan tentara infantri secara
langsung. Dalam pemilihan artileri, Napoleon memilih artileri yang memiliki
mobilitas tinggi agar bisa mendukung taktik manuver yang sering digunakannya
dalam pertempuran. Salah satu artileri yang sering digunakan adalah meriam
Sistem Tahun XI yang sebenarnya lebih merupakan inovasi dari meriam Sistem
Gribeauval.
Kritik
Tidak
semua peperangan berhasil dimenangkan oleh Napoleon. Kegagalan dalam menginvasi
daratan Mesir yang akibatnya berhadapan dengan kekuatan Inggris, Mamluk dan
Utsmani. Meski di daratan gurun, Napoleon sukses mengalahkan tentara gabungan
Utsmani dan Mamluk dalam Pertempuran Piramida, tetapi beberapa hari kemudian
armada Perancis dikalahkan oleh armada Inggris di bawah pimpinan Laksamana
Horatio Nelson di Teluk Aboukir. Armada Horatio Nelson untuk kedua kalinya
berhasil mengalahkan armada Perancis. Kali ini pada pertempuran laut di
Trafalgar antara armada Perancis-Spanyol yang dipimpin oleh Admiral Villeneuve
dengan armada Britania Raya yang dipimpin oleh Laksamana Nelson meskipun Nelson
gugur dalam pertempuran ini (terkena tembakan sniper Perancis).
Kegagalan
dalam menginvasi Rusia karena ketangguhan dan kecerdikan strategi Jenderal
Mikhail Kutuzov dan Tsar Aleksandr I dalam menghadapi pasukan Perancis dengan
memanfaatkan musim dingin Rusia yang dikenal mematikan serta pengkhianatan Raja
Swedia, Jendral Bernadotte. Strategi Rusia dalam hal ini adalah membakar kota
Moskwa ketika Napoleon berhasil menaklukkan kota itu setelah melewati
pertempuran melelahkan di Borodino dan mengharapkan sumber logistik baru.
Kekalahan di Rusia diulangi lagi oleh Adolf Hitler dari Jerman pada Perang
Dunia II.
Kekalahan
yang mengakhiri kariernya sebagai Kaisar Perancis setelah melarikan diri dari
Pulau Elba dan memerintah kembali di Perancis selama 100 hari adalah kekalahan
di Waterloo ketika berhadapan dengan kekuatan Inggris yang dipimpin Duke of
Wellington, Belanda oleh Pangeran van Oranje dan Prusia yang dipimpin oleh
General Blücher serta persenjataan baru hasil temuan Jendral Shrapnel dari
Inggris, yang mengakibatkan dia dibuang ke Pulau Saint Helena sampai wafatnya.
Sumber
: http://id.wikipedia.org/wiki/Napoleon_Bonaparte#cite_note-4
Dari
sumber lain :
Napoleon
Bonaparte (1769 1821) mungkin merupakan sosok yang selalu menimbulkan
kontroversi bagi banyak orang. Mereka yang hidup pada jaman itu ataupun
setelahnya hampir selalu menghadapi dilemma dalam menilainya: apakah ia seorang
yang bengis dan bar-bar yang suka membunuh orang ataukah seorang pemimpin yang
selalu mendapat simpati dari pengikutnya? Ia dikabarkan selalu memberi racun
tentaranya yang terluka setiap usainya peperangan. Apakah itu disebabkan ia tak
peduli kepada mereka atau justru karena ia tak tega melihat mereka menderita
dan tak ingin melihat mereka menderita? Konon ia juga selalu membawa bekal
sedikit di setiap peperangan dari yang semestinya diperlukan pasukannya. Apakah
itu karena ia kejam dan tak punya belas kasih atau justru karena ia seorang
yang realistis? Ia mungkin saja berpikir bahwa akan banyak tentara yang mati
dalam peperangan sehingga jumlah pasukan berkurang. Mungkin kita akan menemukan
jawabannya jika mengetahui lebih banyak tentang dirinya
Jendral
dan Kaisar Perancis yang tenar, Napoleon I, keluar dari rahim ibunya di
Ajaccio, Corsica, tahun 1769. Nama aslinya Napoleon Bonaparte. Corsica masuk
wilayah kekuasaan Perancis cuma lima belas bulan sebelum Napoleon lahir, dan
pada saat-saat remajanya Napoleon seorang nasionalis Corsica yang menganggap
Perancis itu penindas. Tetapi, Napoleon dikirim masuk akademi militer di
Perancis dan tatkala dia tamat tahun 1785 pada umur lima belas tahun dia jadi
tentara Perancis berpangkat letnan.
Kesempatan
pertama Napoleon menampakkan kebolehannya adalah di tahun 1793, dalam
pertempuran di Toulon (Perancis merebut kembali kota itu dari tangan Inggris),
tempat Napoleon bertugas di kesatuan artileri. Pada saat itu dia sudah tidak
lagi berpegang pada paham nasionalis Corsicanya, melainkan sudah menganggap
diri orang Perancis. Sukses-sukses yang diperolehnya di Toulon mengangkat
dirinya jadi brigjen dan pada tahun 1796 dia diberi beban tanggung jawab jadi
komando tentara Perancis di Itali. Di negeri itu, antara tahun 1796-1797,
Napoleon berhasil pula merebut serentetan kemenangan yang membuatnya seorang
pahlawan tatkala kembali ke Perancis.
Di
tahun 1798 ia memimpin penyerbuan Perancis ke Mesir. Langkah ini ternyata
merupakan malapetaka. Di darat, umumnya pasukan Napoleon berhasil, tetapi
Angkatan Laut Inggris di bawah pimpinan Lord Nelson dengan mantap
mengobrak-abrik armada Perancis, dan di tahun 1799 Napoleon meninggalkan
pasukannya di Mesir dan pulang ke Perancis.
Begitu
sampai di Perancis, Napoleon yang jeli itu dapat berkesimpulan bahwa rakyat
Perancis lebih terkenang dengan kemenangan-kemenangannya di Itali ketimbang
kegagalan ekspedisi Perancis ke Mesir. Berpegang pada fakta ini, hanya sebulan
sesudah dia menginjak bumi Perancis, Napoleon ambil bagian dalam perebutan
kekuasaan bersama Albe Sieyes dan lain-lainnya. Kup ini melahirkan sebuah
pemerintah baru yang disebut “Consulate” dan Napoleon menjadi Konsul pertama.
Kendati konstitusi sudah disusun dengan cermat dan diterima lewat persetujuan
plebisit rakyat, ini cuma kedok belaka untuk menutupi kediktatoran militer
Napoleon yang dengan segera mampu menyikut dan melumpuhkan lawan-lawannya.
Naiknya
Napoleon ke tahta kekuasaan betul-betul menakjubkan. Tepatnya di bulan Agustus
1793, sebelum pertempuran Toulon, Napoleon samasekali tidak dikenal orang. Dia
tak lebih dari seorang perwira rendah berumur dua puluh empat tahun dan bukan
sepenuhnya orang Perancis. Tetapi, kurang dari enam tahun kemudian –masih dalam
usia tiga puluh tahun– sudah menjelma jadi penguasa Perancis yang tak bisa
dibantah lagi, posisi yang digenggamnya selama lebih dari empat belas tahun.
Di
masa tahun-tahun kekuasaannya, Napoleon melakukan perombakan besar-besaran
dalam sistem administrasi pemerintahan serta hukum Perancis. Misalnya, dia merombak
struktur keuangan dan kehakiman, dia mendirikan Bank Perancis dan Universitas
Perancis, serta menyentralisir administrasi. Meskipun tiap perubahan ini punya
makna penting, dan dalam beberapa hal punya daya pengaruh jangka lama khususnya
untuk Perancis, tidaklah punya pengaruh yang berarti buat negeri lain.
Tetapi
salah satu perombakan yang dilakukan oleh Napoleon punya daya pengaruh yang
melampaui batas negeri Perancis sendiri. Yaitu, penyusunan apa yang termasyhur
dengan sebutan Code Napoleon. Dalam banyak hal, code ini mencerminkan ide-ide
Revolusi Perancis. Misalnya, di bawah code ini tidak ada hak-hak istimewa
berdasar kelahiran dan asal-usul, semua orang sama derajat di mata hukum.
Berbarengan dengan itu code tersebut cukup mendekati hukum-hukum lama dan adat
kebiasaan Perancis sehingga diterima oleh rakyat Perancis dan sistem
pengadilannya. Secara umum, code itu moderat, terorganisir rapi dan ditulis
dengan ringkas, jelas, serta dapat diterima, tambahan pula mudah difahami.
Akibatnya, code ini tidak hanya berlaku di Perancis (hukum perdata Perancis
yang berlaku sekarang hampir mirip dengan Code Napoleon itu) tetapi juga
diterima pula di negeri-negeri lain dengan perubahan-perubahan yang disesuaikan
dengan keperluan setempat.
Politik
Napoleon senantiasa menumbuhkan keyakinan bahwa dialah seorang yang membela
Revolusi Perancis. Tetapi, di tahun 1804 dia sendiri pula yang memperoklamirkan
diri selaku Kaisar Perancis. Tambahan lagi, dia mengangkat tiga saudaranya
keatas tahta kerajaan di beberapa negara Eropa. Langkah ini tidak bisa tidak
menumbuhkan rasa tidak senang pada sebagian orang-orang Republik Perancis yang
menganggap tingkah itu sepenuhnya merupakan pengkhianatan terhadap ide-ide dan
tujuan Revolusi Perancis. Tetapi, kesulitan utama yang dihadapi Napoleon adalah
peperangan dengan negara-negara asing.
Di
tahun 1802, di Amiens, Napoleon menandatangani perjanjian damai dengan Inggris.
Ini memberi angin lega kepada Perancis yang dalam tempo sepuluh tahun
terus-menerus berada dalam suasana perang. Tetapi, di tahun berikutnya
perjanjian damai itu putus dan peperangan lama dengan Inggris dan sekutunya pun
mulai lagi. Walaupun pasukan Napoleon berulang kali memenangkan pertempuran di
daratan, Inggris tidak bisa dikalahkan kalau saja armada lautnya tak
terlumpuhkan. Malangnya untuk Napoleon, dalam pertempuran yang musykil di
Trafalgar tahun 1805, armada laut Inggris merebut kemenangan besar. Karena itu,
pengawasan dan keampuhan Inggris di lautan tidaklah perlu diragukan lagi.
Meskipun kemenangan besar Napoleon (di Austerlitz melawan Austria dan Rusia)
terjadi enam minggu sesudah Trafalgar, hal ini sama sekali tidak bisa menghapus
kepahitan kekalahan di sektor armada laut.
Di
tahun 1808 Napoleon perbuat kebodohan besar melibatkan Perancis ke dalam peperangan
yang panjang dan tak menentu ujung pangkalnya di Semenanjung Iberia, tempat
tentara Perancis tertancap tak bergerak selama bertahun-tahun. Tetapi,
kekeliruan terbesar Napoleon adalah serangannya terhadap Rusia. Di tahun 1807
Napoleon bertemu muka dengan Czar, dan dalam perjanjian Tilsit mereka
bersepakat menggalang persahabatan abadi. Tetapi, persepakatan dan persekutuan
itu lambat laun rusak, dan di tahun 1812 bulan Juni Napoleon memimpin tentara
raksasa menginjak-injak bumi Rusia.
Hasil
dari perbuatan ini sudah sama diketahui. Tentara Rusia umumnya menghindar dari
pertempuran langsung berhadapan dengan tentara Napoleon, karena itu Napoleon
dapat maju dengan cepatnya. Di bulan September Napoleon menduduki Moskow.
Tetapi, orang Rusia membumihanguskan kota itu dan sebagian besar rata dengan
tanah. Sesudah menunggu lima minggu di Moskow (dengan harapan sia-sia Rusia
akan menawarkan perdamaian), Napoleon akhirnya memutuskan mundur, tetapi
keputusan ini sudah terlambat. Gabungan antara pukulan tentara Rusia dan musim
dingin yang kejam, tak memadainya suplai pasukan Perancis mengakibatkan gerakan
mundur itu menjadi gerakan mundur yang morat-marit. Kurang dari sepuluh persen
tentara raksasa Perancis bisa keluar dari bumi Rusia hidup-hidup.
Negara-negara
Eropa lain, seperti Austria dan Prusia, sadar benar mereka punya kesempatan
baik menghajar Perancis. Mereka menggabungkan semua kekuatan menghadapi
Napoleon,dan pada saat pertempuran di Leipzig bulan Oktober 1813, Napoleon
kembali mendapat pukulan pahit hingga sempoyongan. Tahun berikutnya dia
berhenti dan dibuang ke Pulau Elba, sebuah pulau kecil di lepas pantai Itali.
Di
tahun 1815 dia melarikan diri dari Pulau Elba, kembali ke Perancis, disambut
baik dan kembali berkuasa. Kekuatan-kekuatan Eropa segera memaklumkan perang
dan seratus hari sehabis duduknya lagi ia di tahta kekuasaan, Napoleon
mengalami kekalahan yang mematikan di Waterloo.
Sesudah
Waterloo, Napoleon dipenjara oleh orang Inggris di St. Helena, sebuah pulau
kecil di selatan Samudera Atlantik. Di sinilah dia menghembuskan nafasnya yang
terakhir tahun 1821 akibat serangan kanker.
Karier
militer Napoleon menyuguhkan paradoks yang menarik. Kegeniusan gerakan
taktiknya amat memukau, dan bila diukur dari segi itu semata, bisa jadi dia
bisa dianggap seorang jendral terbesar sepanjang jaman. Tetapi di bidang
strategi dasar dia merosot akibat bikin kekeliruan-kekeliruan besar, seperti
misalnya penyerbuan ke Mesir dan Rusia. Kesalahan strateginya begitu bego
sehingga Napoleon tak layak dijuluki pemimpin militer kelas wahid. Apakah
anggapan kedua ini tidak adil? Saya kira tidak. Sesungguhnya, ukuran kebesaran
seorang jendral terletak pada kemampuannya mengelak dari berbuat
kesalahan-kesalahan yang menuntun kearah kehancuran. Hal semacam itu tak
terjadi pada diri Alexander Yang Agung, Jengis Khan dan Tamerlane yang
tentaranya tak pernah terkalahkan. Berhubung Napoleon pada akhirnya dapat
dikalahkan di tahun 1815, Perancis memiliki daerah lebih kecil ketimbang yang
pernah dipunyainya di tahun 1879, saat pecahnya Revolusi.
Napoleon
tentu saja seorang “egomaniac” dan sering dianggap semodel dengan Hitler.
Tetapi, ada perbedaan yang ruwet diantara keduanya. Jika Hitler bertindak
sebagian terbesarnya atas dorongan ideologi yang tersembunyi, Napoleon
semata-mata terdorong oleh ambisi yang oportunistis dan dia tak punya selera
melakukan penjagalan besar dan gila-gilaan. Dalam masa pemerintahan Napoleon,
tidak terdapat semacam kamp konsentrasi seperti yang dipunyai Hitler.
Teramat
masyhurnya nama Napoleon amat mudah menjebak orang menganggap dia itu
berpengaruh besar secara berlebih-lebihan. Masa pengaruh jangka pendeknya
memang besar, mungkin lebih besar dari Alexander Yang Agung walaupun tidak
sebesar Hitler. (Menurut taksiran, sekitar 500.000 tentara Perancis mati dalam
perang Napoleon, sedang sekitar 800.000 orang Jerman tewas selama Perang Dunia ke-2).
Dengan ukuran apa pun, perbuatan pengrusakan Napoleon lebih sedikit ketimbang
apa yang diperbuat Hitler.
Dalam
kaitan pengaruh jangka panjang, tampaknya Napoleon lebih penting ketimbang
Hitler, meski lebih kurang penting dibanding Alexander Yang Agung. Napoleon
melakukan perubahan luas dalam tata administrasi Perancis, tetapi penduduk
Perancis cuma satu per tujuh puluh penduduk dunia. Dalam tiap kejadian,
perubahan administratif macam itu harus ditinjau dari sudut perspektif yang
sewajarnya. Pengaruhnya terhadap orang Perancis jauh lebih sedikit ketimbang
perubahan-perubahan sejumlah kemajuan teknologi dalam masa dua abad belakangan
ini.
Banyak
orang bilang, masa Napoleon menyediakan peluang bagi perubahan-perubahan bagi
terkonsolidasinya dan semakin mapannya kaum borjuais Perancis. Di tahun 1815,
tatkala monarki Perancis akhirnya tersusun kembali, perubahan-perubahan ini
ditopang dan dilindungi begitu baiknya sehingga kemungkinan bisa kembalinya
pola-pola sosial orde lama suatu hal yang sepenuhnya mustahil. Tetapi,
perubahan terpenting sebetulnya terjadi dan tersusun sebelum Napoleon. Pada
tahun 1799 ketika Napoleon memegang kendali pemerintahan mungkin setiap jalan
ke arah kembalinya ke masa status quo sudah terlambat. Tetapi, lepas dari
ambisi Napoleon sendiri yang keraja-rajaan, dia memang pegang peranan penting
menyebarnya ide revolusi ke seluruh Eropa.
Napoleon
juga membawa akibat timbulnya pengaruh-pengaruh luas dan besar dalam revolusi
Amerika Latin. Penyerbuannya ke Spanyol melemahkan pemerintahan Spanyol
sehingga cengkraman kolonialnya di daerah-daerah jajahannya juga dengan
sendirinya melonggar dan tidak efektif. Dalam situasi de facto otonomi inilah
gerakan-gerakan kemerdekaan Amerika Latin mulai meletus. Napoleon di
pertempuran Waterloo.
Dari
semua langkah perbuatan Napoleon, yang paling penting dan paling punya pengaruh
berjangka panjang justru yang berada di luar rencananya dan tidak ada sangkut
pautnya dengan rencana Napoleon sendiri.
Di
tahun 1803, Napoleon menjual daerah luas kepada Amerika Serikat. Dia tahu,
milik Perancis di Amerika Utara sulit dilindungi menghadapi serangan-serangan
Inggris. Selain itu, dia juga perlu uang, penjualan tanah Louisiana itu mungkin
merupakan jual-beli tanah secara damai yang terbesar dalam sejarah sekaligus
mengubah Amerika Serikat menjadi suatu negara yang berukuran benua. Sukar
dibayangkan apa bentuknya Amerika Serikat tanpa Louisiana ini. Pasti akan
merupakan negeri yang samasekali berbeda dengan apa yang kita kenal sekarang.
Dan pula layak diragukan Amerika Serikat bisa menjadi negeri kuat tanpa
jual-beli Louisiana ini.
Napoleon,
tentu saja, bukanlah satu-satunya orang yang berperanan dan bertanggung jawab
atas penjualan ini. Pemerintah Amerika jelas pegang peranan pula. Tetapi,
penawaran Perancis menjual Louisiana diputuskan dalam perundingan oleh satu
orang. Dan orang itu Napoleon Bonaparte.
Sumber
:
http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-napoleon-bonaparte.html
http://media.isnet.org/iptek/100/Bonaparte.html
http://pustakabiografi.blogspot.coma
0 komentar:
Posting Komentar