Minggu, 27 April 2014

Pilihan tersulit dalam hidup...

Pada tulisan kali ini penulis mencoba berbagi sedikit kisah tentang perjalanan hidup penulis yang berkaitan dengan pilihan atau mengambil suatu keputusan. Dalam kehidupan sehari-hari manusia akan selalu berhadapan dengan pengambilan keputusan. Misalnya saja untuk sarapan, mau sarapan dengan nasi uduk, lontong sayur, bubur ayam, ketoprak dan sebagainya. Lalu untuk makan siang mau makan dengan gado-gado, mie ayam, soto mie, dan sebagainya. Begitu pula dengan makan sore atau malam, akan berhadapan dengan pilihan.



Lalu bisa juga suatu ketika ingin memiliki kendaraan pribadi seperti motor. Akan dihadapkan kembali dengan pilihan. Mau motor matic, bebek atau kopling. Lalu setelah itu pun akan muncul pilihan lagi. Mau dari produsen a,b,c,d,dll. Lalu dipilih lagi varian dan tipe, warna, dan segala sesuatunya. Begitu pula dengan mobil. Akan dilakukan pengambilan keputusan, sesuai dengan keinginan.

Lalu pengalaman penulis mengenai pilihan dimulai dari hal-hal yang kecil dan besar pengaruhnya untuk kehidupan kedepannya. Mulai dari memilih makanan, baju, celana, sepatu, kendaraan, gadget, sampai pendidikan. Dan disini penulis akan menekankan pada bagian pendidikan.



Pendidikan biasa dimulai dari tingkat PAUD ( Pendidikan Anak Usia Dini ), TK ( Taman Kanak-kanak ), SD ( Sekolah Dasar ), SMP ( Sekolah Menengah Pertama ), SMA/SMK( Sekolah Menengah Atas / Sekolah Menengah Kejuruan ). Memilih tempat untuk menempuh pendidikan akan berpengaruh untuk masa yang akan datang ( sukses atau tidak seseorang nantinya ) meskipun tidak selalu yang pintar akan sukses, dan yang kurang pintar tidak sukses, karena terkadang semua kembali kepada takdir, tetapi tidak ada salahnya jika masih bisa dicoba dan diusahakan, supaya bisa menjadi lebih baik.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum mendaftar pada suatu sekolah. Seperti jarak tempuh, berapa jauh jarak sekolah dengan jalan utama, ada tidaknya angkutan umum yang melalui sekolah, biaya, kualitas dan sebagainya. Dan semuanya bergantung dengan keinginan anak dan kemampuan orang tua. Tapi terkadang ada hal yang dilupakan, seperti misalnya jika sekolah di SD X akan sulit jika masuk ke SMP S. Begitu pula dari SMP S masuk ke SMA D. Terlebih saat nanti memasuki bangku perkuliahan. Karena ada faktor jurusan, tidak semua jurusan bisa dimasuki oleh sembarang orang. Misal ada seorang lulusan SMK, dia hendak kuliah di jurusan L, tapi karena jurusan saat dia SMK adalah O, maka dia tidak bisa mendaftar di jurusan L tersebut.

Lalu untuk pengalaman penulis sendiri yaitu penulis merupakan seorang alumni dari SMK Negeri di Cikarang, Bekasi, dengan jurusan TKJ ( Teknik Komputer Jaringan ). Pelajaran yang penulis terima di sekolah lebih banyak berkaitan dengan hardware(perangkat keras) dan network(jaringan). Tetapi pada dasarnya kedua hal tersebut berkaitan dengan komputer. Lalu pada saat lulus dan akan memasuki jenjang perkuliahan. Penulis memilih 2 jurusan di sebuah PTS, yaitu Universitas Gunadarma. Jurusan yang dipilih adalah Sistem Informasi dan Akuntansi. Alasan memilih Sistem Informasi adalah karena jurusan tersebut masih berkaitan dengan komputer. Sedangkan untuk Akuntansi karena ayah penulis adalah seorang akuntan.

Ketika tes masuk sudah selesai dan hasilnya sudah keluar ternyata penulis mendapatkan kedua jurusan tersebut dan harus memilih satu diantaranya. Bagi penulis ini menjadi pilihan tersulit. Karena kuliah menjadi jenjang terakhir dalam pendidikan dan akan menentukan pekerjaan saat lulus nanti. Dan jika saja terjadi salah dalam pengambilan pilihan, tentu akan menimbulkan kerugian seperti biaya, waktu, tenaga dan sebagainya. Oleh karena itu masih ada beberapa hari untuk memutuskan maka tenggang waktu tersebut digunakan untuk mencari pilihan terbaik.

Akhirnya setelah berdiskusi dengan orang tua, penulis memilih jurusan Sistem Informasi, karena masih berkaitan dengan komputer. Salah satu faktor yang membuat penulis mengambil keputusan ini adalah untuk berjaga-jaga, karena ditakutkan jika memilih jurusan Akuntansi, penulis tidak terlalu suka dengan jurusan tersebut, meskipun sekarang pada akhirnya penulis merasa jurusan yang penulis pilih tidak sesuai dengan keinginan dan yang dibayangkan oleh penulis. Yang membedakan adalah saat sekolah penulis lebih banyak bermain dengan hardware, sekarang bermain dengan software, tetapi karena ini sudah menjadi pilihan, maka harus tetap dijalani. Dan memilih jurusan kuliah bukan hanya karena keinginan orang tua, tetapi juga dengan pilihan anak karena anaklah yang menjalani, jangan sampai orang tua memaksakan kehendaknya, karena nanti sang anak malah merasa terbebani dan tidak bisa menjalani kuliahnya dengan sepenuh hati.


Demikian sedikit cerita dari penulis, lebih kurangnya mohon dimaafkan, dan mohon maaf jika ada kesalahan. Terima kasih karena sudah menyempatkan waktu dan membaca tulisan ini.

0 komentar:

Posting Komentar