Kamis, 28 April 2016

Cyber law, Computer Crime dan Act Council of Europe Convention on Cyber crime



Perbedaan cyber law, computer crime dan act council of Europe Convention on Cyber crime serta Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik


Cyber law

Hukum Siber (Cyber Law) adalah istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information Techonology) Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual. Istilah hukum siber digunakan dalam tulisan ini dilandasi pemikiran bahwa cyber jika diidentikan dengan “dunia maya” akan cukup menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan penegakan hukumnya. Mengingat para penegak hukum akan menghadapi kesulitan jika harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan sebagai “maya”, sesuatu yang tidak terlihat dan semu. Di internet hukum itu adalah cyber law, hukum yang khusus berlaku di dunia cyber. Secara luas cyber law bukan hanya meliputi tindak kejahatan di internet, namun juga aturan yang melindungi para pelaku e-commerce, e-learning; pemegang hak cipta, rahasia dagang, paten, e-signature; dan masih banyak lagi.

Definisi cyber law yang diterima semua pihak adalah milik Pavan Dugal dalam bukunya Cyberlaw The Indian Perspective (2002). Di situ Dugal mendefinisikan "Cyberlaw is a generic term, which refers to all the legal and regulatory aspects of Internet and the World Wide Wide. Anything concerned with or related to or emanating from any legal aspects or issues concerning any activity of netizens and others, in Cyberspace comes within the amit of Cyberlaw". Disini Dugal mengatakan bahwa Hukum Siber adalah istilah umum yang menyangkut semua aspek legal dan peraturan Internet dan juga World Wide Web. Hal apapun yang berkaitan atau timbul dari aspek legal atau hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas para pengguna Internet aktif dan juga yang lainnya di dunia siber, dikendalikan oleh Hukum Siber.

Latar Belakang Terbentuknya CyberLaw
Cyber law erat lekatnya dengan dunia kejahatan. Hal ini juga didukung oleh globalisasi. Zaman terus berubah-ubah dan manusia mengikuti perubahan zaman itu. Perubahan itu diikuti oleh dampak positif dan dampak negatif. Ada dua unsur terpenting dalam globalisasi. Pertama, dengan globalisasi manusia dipengaruhi dan kedua, dengan globalisasi manusia mempengaruhi (jadi dipengaruhi atau mempengaruhi).


Computer crime

Kejahatan komputer atau Kejahatan dunia maya adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll.

Debarati Halder dan K. Jaishankar (2011 ) mendefinisikan cybercrime sebagai: "Pelanggaran yang dilakukan terhadap individu atau kelompok individu dengan motif kriminal untuk sengaja merusak reputasi korban atau menyebabkan kerusakan fisik atau mental, atau kehilangan, korban langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan jaringan telekomunikasi modern seperti sebagai Internet (chat room, email, papan pengumuman dan kelompok) dan ponsel (SMS / MMS) ". Kejahatan tersebut dapat mengancam keamanan suatu negara dan kesehatan keuangan. Isu seputar jenis kejahatan telah menjadi profil tinggi, terutama orang-orang sekitarnya hacking, pelanggaran hak cipta, pornografi anak, dan anak dandan. Ada juga masalah privasi ketika informasi rahasia dicegat atau diungkapkan, sah atau sebaliknya. Debarati Halder dan K.Jaishankar (2011) lebih lanjut mendefinisikan cybercrime dari perspektif gender dan didefinisikan 'cybercrime terhadap perempuan' sebagai "Kejahatan yang ditargetkan terhadap perempuan dengan motif untuk sengaja menyakiti korban secara psikologis dan fisik, menggunakan jaringan telekomunikasi modern seperti internet dan ponsel". Secara internasional, baik pemerintah maupun non-negara aktor terlibat dalam kejahatan dunia maya, termasuk spionase, pencurian keuangan, dan kejahatan lintas batas lainnya. Kegiatan melintasi batas negara dan melibatkan kepentingan setidaknya satu negara bangsa kadang-kadang disebut sebagai cyberwarfare. Sistem hukum internasional mencoba untuk menahan pelaku bertanggung jawab atas tindakan mereka melalui Pengadilan Kriminal Internasional.
Sebuah laporan (yang disponsori oleh McAfee) memperkirakan bahwa kerusakan tahunan untuk ekonomi global pada $ 445.000.000.000; Namun, sebuah laporan Microsoft menunjukkan bahwa perkiraan berbasis survei tersebut "putus asa cacat" dan membesar-besarkan kerugian yang benar oleh lipat . Sekitar $ 1500000000 hilang pada tahun 2012 untuk kredit online dan penipuan kartu debit di Amerika Serikat.

Computer Crime act ( Malaysia )
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) merupakan Cyber Law (Undang-Undang) yang digunakan untuk memberikan dan mengatur bentuk pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan komputer.

Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan oleh Malaysia adalah peraturan Undang-Undang (UU) TI yang sudah dimiliki dan dikeluarkan negara Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan dengan dikeluarkannya Digital Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital), serta Communication and Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan Multimedia).

Di Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang kejahatan komputer yang dibuat tahun 1997, proses komunikasi yang termasuk kategori Cyber Crime adalah komunikasi secara langsung ataupun tidak langsung dengan menggunakan suatu kode atau password atau sejenisnya untuk mengakses komputer yang memungkinkan penyalahgunaan komputer pada proses komunikasi terjadi.


Council of Europe Convention on Cyber crime (Eropa)

Council of Europe Convention on Cyber crime telah diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty Series dengan Nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal 5 (lima) negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh 3 (tiga) negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan kriminal (criminal policy) yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik melalui undang-undang maupun kerjasama internasional.

Hal ini dilakukan dengan penuh kesadaran sehubungan dengan semakin meningkatnya intensitas digitalisasi, konvergensi, dan globalisasi yang berkelanjutan dari teknologi informasi, yang menurut pengalaman dapat juga digunakan untuk melakukan tindak pidana. Konvensi ini dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut :

Pertama, bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara dan Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan pengembangan teknologi informasi.

Kedua, Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem, jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah adanya kepastian dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat internasional dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang dapat dipercaya dan cepat.

Ketiga, saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan dengan Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan sipil yang memberikan perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat.
Konvensi ini telah disepakati oleh Masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk diakses oleh negara manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk dijadikan norma dan instrumen Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.


Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik menjelaskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah undang-undang pertama di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai produk legislasi yang sangat dibutuhkan dan telah menjadi pionir yang meletakkan dasar pengaturan di bidang pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Terhadap Undang-Undang ini telah diajukan beberapa kali uji materil di Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008, Nomor 2/PUU-VII/2009, dan Nomor 5/PUU-VIII/2010.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 dan Nomor 2/PUU-VII/2009, tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam bidang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik tidak semata-mata sebagai tindak pidana umum melainkan sebagai delik aduan penegasan mengenai delik aduan ini dimaksudkan agar selaras dengan asas kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Selain itu, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa kegiatan dan kewenangan penyadapan merupakan hal yang sangat sensitif karena di satu sisi merupakan pembatasan HAM namun di sisi lain memiliki aspek kepentingan hukum. Oleh karena itu, pengaturan (regulation) mengenai legalitas penyadapan harus dibentuk dan diformulasikan secara tepat sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia 1945. Di samping itu, mahkamah berpendapat bahwa karena penyadapan merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia 1945 maka sangat wajar dan sudah sepatutnya jika negara ingin menyimpangi hak privasi warga negara tersebut, maka negara haruslah menyimpangi dalam bentuk Undang-Undang dan bukan dalam bentuk Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, dibentuk Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini adalah mengenai penentuan Pasal 27 ayat (3) sebagai delik aduan, besaran ancaman sanksi pidana, terutama ancaman pidana untuk tindak pidana pendistribusian, pentransmisian, dan perbutaan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik agar lebih harmoni dengan sistem hukum pidana materil yang diatur di Indonesia dan sejalan dengan general principle of law.


Kasus Pertama di Indonesia yang Menyangkut Cyberlaw

Kasus Mustika Ratu adalah kasus cybercrime pertama di Indonesia yang disidangkan. Belum usai perdebatan pakar mengenai perlu tidaknya cyberlaw di Indonesia, tiba-tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mulai disidangkan kasus cybercrime. Pelakunya, menggungakan domain name mustikaratu.com untuk kepentingan PT. Mustika Berto, pemegang merek kosmetik Sari Ayu. Jaksa mendakwa pakai undang-undang apa?

Tjandra Sugiono yang tidak sempat mengenyam hotel prodeo karena tidak “diundang” penyidik dan jaksa penuntut umum, pada kamis (2/8) duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tjandra didakwa telak melakukan perbuatan menipu atau mengelirukan orang banyak untuk kepentingan perusahaannya sendiri. Kasus ini berawal dengan didaftarkannya nama domain name mustikaratu.com di Amerika dengan menggunakan Network Solution Inc (NSI) pada Oktober 1999 oleh mantan general Manager International Marketing PT. Martina Berto ini. Alamat yang dipakai untuk mendaftarkan domain name tersebut adalah Jalan Cisadane 3 Pav. Jakarta Pusat, JA. 10330.
Akibat penggunaan domain name mustikaratu.com tersebut, PT. Mustika Ratu tidak dapat melakukan sebagian transaksi dengan calon mitra usaha yang berada di luar negeri. Pasalnya, mereka tidak dapat menemukan informasi mengenai Mustika Ratu di website tersebut. Mereka kebingungan ketika menemukan website mustikaratu.com yang isinya justru menampilkan produk-produk Belia dari Sari Ayu, yang notabene adalah pesaing dari Mustika Ratu untuk produk kosmetik.

Tjandra Sugiono didakwa dengan Pasal 382 bis KUHP mengenai perbuatan curang (bedrog) dalam perdagangan, yang ancaman hukumannya 1 tahun 4 bulan. Selain itu, jaksa juga memakai Undang-undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Menurut jaksa, perbuatan terdakwa telah melanggar Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pasal ini melarang pelaku usaha untuk menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan atau menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu. “Dia (Tjandra, Red) memakai nama mustikaratu.com. Jadi PT. Mustika Ratu merasa namanya dipakai orang lain dan dia melaporkan ke penyidik, maka jadilah perkaranya di pengadilan,” komentar Suhardi yang menjadi Jaksa Penuntut Umum untuk perkara ini.


Saran

Pada dasarnya semua tindak kejahatan baik di dunia maya dan di dunia nyata yang disengaja mau pun tidak pasti akan mendapatkan sangsi. Dan untuk itu diperlukan hukum untuk memberikan sangsi tersebut. Terlepas dari para pelaku kejahatan di dunia maya, para pengguna lain pun harus lebih waspada dalam mengakses atau pun melakukan segala bentuk kegiatan seperti menyebarkan berita, melakukan transaksi dan sebagainya.

Sebelum melakukan suatu transaksi atau mengakses halaman tertentu, pastikan halaman web yang diakses benar, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dikemudian hari. Biasakan pula mengganti password atau PIN secara berkala dan membedakan password atau PIN suatu website dengan website lain.

Para pelaku kejahatan melakukan kejahatan baik untuk diri sendiri mau pun bekerja untuk orang lain. Akan tetapi apa pun tujuannya para pelaku kejahatan tersebut harus mendapatkan hukuman yang setimpal, dan pengguna lain harus mengingatkan juga menggunakan teknologi di dunia maya secara bijak dan hati-hati.





https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_siber#Definisi
https://en.wikipedia.org/wiki/Cybercrime
https://obyramadhani.wordpress.com/2010/04/14/council-of-europe-convention-on-cyber-crime-eropa/
https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/RUU%20Perubahan%20UU%20ITE_Hasil%20Harmonisasi%20Kumham_update%2013%20Juli%202015.pdf
http://utiemarlin.blogspot.co.id/2010/04/cyber-law-computer-crime-act-malaysia.html

0 komentar:

Posting Komentar