Perbedaan
cyber law, computer crime dan act council of Europe Convention on Cyber crime serta Rancangan Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Cyber
law
Hukum Siber (Cyber Law) adalah istilah hukum yang terkait dengan
pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum
Teknologi Informasi (Law of Information Techonology) Hukum Dunia Maya (Virtual
World Law) dan Hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat
kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual. Istilah
hukum siber digunakan dalam tulisan ini dilandasi pemikiran bahwa cyber jika
diidentikan dengan “dunia maya” akan cukup menghadapi persoalan ketika terkait
dengan pembuktian dan penegakan hukumnya. Mengingat para penegak hukum akan
menghadapi kesulitan jika harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan
sebagai “maya”, sesuatu yang tidak terlihat dan semu. Di internet hukum itu
adalah cyber law, hukum yang khusus berlaku di dunia cyber. Secara luas cyber
law bukan hanya meliputi tindak kejahatan di internet, namun juga aturan yang
melindungi para pelaku e-commerce,
e-learning; pemegang hak
cipta, rahasia dagang, paten, e-signature; dan masih banyak lagi.
Definisi cyber law yang diterima semua pihak adalah
milik Pavan Dugal dalam bukunya Cyberlaw The Indian Perspective
(2002). Di situ Dugal mendefinisikan "Cyberlaw is a generic term, which
refers to all the legal and regulatory aspects of Internet and the World Wide
Wide. Anything concerned with or related to or emanating from any legal aspects
or issues concerning any activity of netizens and others, in Cyberspace comes
within the amit of Cyberlaw".
Disini Dugal mengatakan bahwa Hukum Siber adalah istilah umum yang menyangkut
semua aspek legal dan peraturan Internet dan juga World Wide Web. Hal apapun
yang berkaitan atau timbul dari aspek legal atau hal-hal yang berhubungan
dengan aktivitas para pengguna Internet aktif dan juga yang lainnya di dunia
siber, dikendalikan oleh Hukum Siber.
Latar Belakang Terbentuknya CyberLaw
Cyber law erat lekatnya dengan dunia kejahatan. Hal
ini juga didukung oleh globalisasi. Zaman terus berubah-ubah dan manusia
mengikuti perubahan zaman itu. Perubahan itu diikuti oleh dampak positif dan
dampak negatif. Ada dua unsur terpenting dalam globalisasi. Pertama, dengan globalisasi manusia
dipengaruhi dan kedua, dengan globalisasi manusia mempengaruhi (jadi
dipengaruhi atau mempengaruhi).
Computer crime
Kejahatan komputer atau Kejahatan dunia maya
adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi
alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain
adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, confidence fraud,
penipuan identitas, pornografi
anak, dll.
Debarati Halder dan
K. Jaishankar (2011 ) mendefinisikan cybercrime sebagai: "Pelanggaran yang
dilakukan terhadap individu atau kelompok individu dengan motif kriminal untuk
sengaja merusak reputasi korban atau menyebabkan kerusakan fisik atau mental,
atau kehilangan, korban langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan
jaringan telekomunikasi modern seperti sebagai Internet (chat room, email,
papan pengumuman dan kelompok) dan ponsel (SMS / MMS) ". Kejahatan
tersebut dapat mengancam keamanan suatu negara dan kesehatan keuangan. Isu
seputar jenis kejahatan telah menjadi profil tinggi, terutama orang-orang sekitarnya
hacking, pelanggaran hak cipta, pornografi anak, dan anak dandan. Ada juga
masalah privasi ketika informasi rahasia dicegat atau diungkapkan, sah atau
sebaliknya. Debarati Halder dan K.Jaishankar (2011) lebih lanjut mendefinisikan
cybercrime dari perspektif gender dan didefinisikan 'cybercrime terhadap
perempuan' sebagai "Kejahatan yang ditargetkan terhadap perempuan dengan
motif untuk sengaja menyakiti korban secara psikologis dan fisik, menggunakan
jaringan telekomunikasi modern seperti internet dan ponsel". Secara
internasional, baik pemerintah maupun non-negara aktor terlibat dalam kejahatan
dunia maya, termasuk spionase, pencurian keuangan, dan kejahatan lintas batas
lainnya. Kegiatan melintasi batas negara dan melibatkan kepentingan setidaknya
satu negara bangsa kadang-kadang disebut sebagai cyberwarfare. Sistem hukum
internasional mencoba untuk menahan pelaku bertanggung jawab atas tindakan
mereka melalui Pengadilan Kriminal Internasional.
Sebuah laporan (yang
disponsori oleh McAfee) memperkirakan bahwa kerusakan tahunan untuk ekonomi
global pada $ 445.000.000.000; Namun, sebuah laporan Microsoft menunjukkan
bahwa perkiraan berbasis survei tersebut "putus asa cacat" dan
membesar-besarkan kerugian yang benar oleh lipat . Sekitar $ 1500000000 hilang
pada tahun 2012 untuk kredit online dan penipuan kartu debit di Amerika
Serikat.
Computer Crime act ( Malaysia )
Computer Crime Act (Akta
Kejahatan Komputer) merupakan Cyber Law (Undang-Undang) yang digunakan
untuk memberikan dan mengatur bentuk pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan
dengan penyalahgunaan komputer.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan oleh Malaysia adalah peraturan Undang-Undang (UU) TI yang sudah dimiliki dan dikeluarkan negara Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan dengan dikeluarkannya Digital Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital), serta Communication and Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan Multimedia).
Di Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang kejahatan komputer yang dibuat tahun 1997, proses komunikasi yang termasuk kategori Cyber Crime adalah komunikasi secara langsung ataupun tidak langsung dengan menggunakan suatu kode atau password atau sejenisnya untuk mengakses komputer yang memungkinkan penyalahgunaan komputer pada proses komunikasi terjadi.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan oleh Malaysia adalah peraturan Undang-Undang (UU) TI yang sudah dimiliki dan dikeluarkan negara Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan dengan dikeluarkannya Digital Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital), serta Communication and Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan Multimedia).
Di Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang kejahatan komputer yang dibuat tahun 1997, proses komunikasi yang termasuk kategori Cyber Crime adalah komunikasi secara langsung ataupun tidak langsung dengan menggunakan suatu kode atau password atau sejenisnya untuk mengakses komputer yang memungkinkan penyalahgunaan komputer pada proses komunikasi terjadi.
Council of Europe Convention on Cyber crime (Eropa)
Council of
Europe Convention on Cyber crime telah diselenggarakan pada tanggal 23 November
2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah menyepakati bahwa
Convention on Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty Series dengan Nomor
185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal
5 (lima) negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh 3 (tiga)
negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup
luas, bahkan mengandung kebijakan kriminal (criminal policy) yang bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik melalui undang-undang maupun
kerjasama internasional.
Hal ini
dilakukan dengan penuh kesadaran sehubungan dengan semakin meningkatnya
intensitas digitalisasi, konvergensi, dan globalisasi yang berkelanjutan dari
teknologi informasi, yang menurut pengalaman dapat juga digunakan untuk
melakukan tindak pidana. Konvensi ini dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan
antara lain sebagai berikut :
Pertama, bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya
kerjasama antar Negara dan Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya
kebutuhan untuk melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan
pengembangan teknologi informasi.
Kedua, Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam
penyalahgunaan sistem, jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan kriminal.
Hal lain yang diperlukan adalah adanya kepastian dalam proses penyelidikan dan
penuntutan pada tingkat internasional dan domestik melalui suatu mekanisme
kerjasama internasional yang dapat dipercaya dan cepat.
Ketiga, saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk
memastikan suatu kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi
manusia sejalan dengan Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi
Manusia dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan
sipil yang memberikan perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak
berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan
informasi/pendapat.
Konvensi ini
telah disepakati oleh Masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk
diakses oleh negara manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk dijadikan norma
dan instrumen Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa
mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan
kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.
Rancangan Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik
Rancangan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik menjelaskan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah
undang-undang pertama di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
sebagai produk legislasi yang sangat dibutuhkan dan telah menjadi pionir yang
meletakkan dasar pengaturan di bidang pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik. Terhadap Undang-Undang ini telah diajukan beberapa kali
uji materil di Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
50/PUU-VI/2008, Nomor 2/PUU-VII/2009, dan Nomor 5/PUU-VIII/2010.
Berdasarkan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 dan Nomor 2/PUU-VII/2009,
tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam bidang Informasi
Elektronik dan Transaksi Elektronik tidak semata-mata sebagai tindak pidana
umum melainkan sebagai delik aduan penegasan mengenai delik aduan ini
dimaksudkan agar selaras dengan asas kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
Selain
itu, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010, Mahkamah
Konstitusi berpendapat bahwa kegiatan dan kewenangan penyadapan merupakan hal
yang sangat sensitif karena di satu sisi merupakan pembatasan HAM namun di sisi
lain memiliki aspek kepentingan hukum. Oleh karena itu, pengaturan (regulation)
mengenai legalitas penyadapan harus dibentuk dan diformulasikan secara tepat
sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia 1945. Di samping itu, mahkamah
berpendapat bahwa karena penyadapan merupakan pelanggaran atas hak asasi
manusia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD Negara Republik
Indonesia 1945 maka sangat wajar dan sudah sepatutnya jika negara ingin
menyimpangi hak privasi warga negara tersebut, maka negara haruslah menyimpangi
dalam bentuk Undang-Undang dan bukan dalam bentuk Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi
tersebut, dibentuk Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini adalah
mengenai penentuan Pasal 27 ayat (3) sebagai delik aduan, besaran ancaman
sanksi pidana, terutama ancaman pidana untuk tindak pidana pendistribusian,
pentransmisian, dan perbutaan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik agar lebih harmoni dengan sistem hukum pidana materil yang diatur di
Indonesia dan sejalan dengan general principle of law.
Kasus Pertama di Indonesia yang Menyangkut Cyberlaw
Kasus
Mustika Ratu adalah kasus cybercrime pertama di Indonesia yang disidangkan.
Belum usai perdebatan pakar mengenai perlu tidaknya cyberlaw di Indonesia,
tiba-tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mulai disidangkan kasus
cybercrime. Pelakunya, menggungakan domain name mustikaratu.com
untuk kepentingan PT. Mustika Berto, pemegang merek kosmetik Sari Ayu. Jaksa
mendakwa pakai undang-undang apa?
Tjandra
Sugiono yang tidak sempat mengenyam hotel prodeo karena tidak “diundang”
penyidik dan jaksa penuntut umum, pada kamis (2/8) duduk di kursi pesakitan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tjandra didakwa telak melakukan perbuatan
menipu atau mengelirukan orang banyak untuk kepentingan perusahaannya sendiri.
Kasus ini berawal dengan didaftarkannya nama domain name mustikaratu.com
di Amerika dengan menggunakan Network Solution Inc (NSI) pada Oktober 1999 oleh
mantan general Manager International Marketing PT. Martina Berto ini. Alamat
yang dipakai untuk mendaftarkan domain name tersebut adalah Jalan
Cisadane 3 Pav. Jakarta Pusat, JA. 10330.
Akibat
penggunaan domain name mustikaratu.com tersebut, PT. Mustika Ratu
tidak dapat melakukan sebagian transaksi dengan calon mitra usaha yang berada
di luar negeri. Pasalnya, mereka tidak dapat menemukan informasi mengenai
Mustika Ratu di website tersebut. Mereka kebingungan ketika menemukan website
mustikaratu.com yang isinya justru menampilkan produk-produk Belia dari
Sari Ayu, yang notabene adalah pesaing dari Mustika Ratu untuk produk kosmetik.
Tjandra
Sugiono didakwa dengan Pasal 382 bis KUHP mengenai perbuatan curang (bedrog)
dalam perdagangan, yang ancaman hukumannya 1 tahun 4 bulan. Selain itu, jaksa
juga memakai Undang-undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Menurut jaksa, perbuatan terdakwa telah melanggar
Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
Pasal ini
melarang pelaku usaha untuk menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu
untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan atau
menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak
melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu. “Dia (Tjandra,
Red) memakai nama mustikaratu.com. Jadi PT. Mustika Ratu merasa
namanya dipakai orang lain dan dia melaporkan ke penyidik, maka jadilah
perkaranya di pengadilan,” komentar Suhardi yang menjadi Jaksa Penuntut Umum
untuk perkara ini.
Saran
Pada dasarnya semua tindak kejahatan baik di
dunia maya dan di dunia nyata yang disengaja mau pun tidak pasti akan
mendapatkan sangsi. Dan untuk itu diperlukan hukum untuk memberikan sangsi
tersebut. Terlepas dari para pelaku kejahatan di dunia maya, para pengguna lain
pun harus lebih waspada dalam mengakses atau pun melakukan segala bentuk
kegiatan seperti menyebarkan berita, melakukan transaksi dan sebagainya.
Sebelum melakukan suatu transaksi atau
mengakses halaman tertentu, pastikan halaman web yang diakses benar, sehingga
tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dikemudian hari. Biasakan pula
mengganti password atau PIN secara berkala dan membedakan password atau PIN
suatu website dengan website lain.
Para pelaku kejahatan melakukan kejahatan
baik untuk diri sendiri mau pun bekerja untuk orang lain. Akan tetapi apa pun
tujuannya para pelaku kejahatan tersebut harus mendapatkan hukuman yang
setimpal, dan pengguna lain harus mengingatkan juga menggunakan teknologi di
dunia maya secara bijak dan hati-hati.
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_siber#Definisi
https://en.wikipedia.org/wiki/Cybercrime
https://obyramadhani.wordpress.com/2010/04/14/council-of-europe-convention-on-cyber-crime-eropa/
https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/RUU%20Perubahan%20UU%20ITE_Hasil%20Harmonisasi%20Kumham_update%2013%20Juli%202015.pdf
http://utiemarlin.blogspot.co.id/2010/04/cyber-law-computer-crime-act-malaysia.html